Sanselsius's Blog

071114009

Puisi April 28, 2010

Filed under: Puisi — sanselsius @ 4:25 am

Untuk Mu

Selalu

Dan ketika kesadaran bersemayam dalam pikirku

Selalu kekhawatiran menyelubungi langkah kakiku

Dan ketika kuberjalan menyusuri lorong waktu

Selalu kutemui sesuatu yang samar dan tak terpikir

Dan ketika kesendirian merajai waktuku

Aku semakin takut akan hidupku

Untuk siapa raga ini

Untuk siapa pikir ini

Untuk siapa hati ini

Untuk siapa jiwa yang renta nanti

Ingin kutulis dalam lembaran awan

Kegelisahan anak manusia yang beranjak dewasa

Menanti esok yang selalu beri harapan

Akan CINTA

Dan

,

 

Animal Albino

Filed under: Foto — sanselsius @ 3:18 am

 

Cerpen

Filed under: Cerpen — sanselsius @ 3:17 am

Maafkan Aku

Bee – bee

Tunggu, jangan pergi , tinggallah beberapa saat ”. Aku menghentikan langkahku,menoleh dan melihat tatapan matanya yang memohon. Aku berpikir sejenak apakah akan memenuhi permintaannya ini, dan ia pasti akan menceritakan hal yang sama. Aku menghampirinya dan siap mendengarkannya.

“ Kenapa ia begitu sombong dan banyak berubah , tidak seperti dulu lagi?”

“ Sudahlah jangan terlalu banyak berbicara, lebih baik kamu beristirahat agar bisa cepat sembuh , jangan-jangan bertambah parahnya sakitmu juga disebabkan oleh orang yang selalu kau ceritakan itu ?”

“ Mungkin juga, entah kenapa sekarang aku jadi sering memikirkannya”.

“ Sekarang kamu beristirahat saja, aku harus pergi karena masih banyak pasien yang harus kukunjungi”.

Aku melihat ada kesedihan di matanya, lalu ia memalingkan wajahnya dan menarik selimut menutupi dagunya. Aku melangkah keluar dengan sedih. Ah….Tuhan mengapa aku harus bertemu lagi dengannya saat ini, padahal aku sedang berusaha melupakannya, melupakan orang yang kucintai dan kini ada dihadapanku berbaring tak berdaya melawan penyakitnya.

“ Pagi suster…..sudah ditunggu pasien kamar nomor 2 tuh!” seorang perawat menyapaku dengan nada menggoda, sambil mengedipkan mata. “ Terima kasih” Aku membalasnya dengan senyum. Aku sadar banyak perawat yang sudah mulai curiga karena aku selalu mengunjungi kamarnya. Tapi kadang aku tak kuasa menolak perasaan yang muncul ini. Perasaan rindu, tapi juga khawatir, ada rasa ingin selalu menemaninya disaat sakitnya. Dilain sisi aku juga ingin menolak semua ini melihat siapa diriku saat ini, begitu juga dirinya.

“ Selamat siang” aku menyapanya.

“ Selamat siang juga” Ia menoleh dan terlihatlah kegembiraan di wajahnya.

“ kok siang-siang begini baru datang?”

“ Aku harus mengunjungi beberapa pasien dulu.”

“ Syukurlahlah, jadi kamu bisa lebih lama disini, karena aku pasti pasien terakhir untuk hari ini.”

Huh…sial, padahal ini adalah salah satu alasanku untuk mengurangi frekuensi pertemuan kami. Aku hanya bisa menatap wajahnya, wajah pucat yang terlihat menahan rasa sakitnya.

“Bagaimana keadaanmu?, kamu sebenarnya masih butuh banyak istirahat agar cepat sembuh.”

“ Kamu tahu bahwa aku takkan pernah bisa sembuh. Kesembuhan berarti kematian, aku sudah tidak bisa berharap apa-apa lagi, toh waktuku hanya tinggal sebentar lagi.”

“Kenapa kamu menjadi pesimis dan berkata seperti ini?”

“ Bukan aku yang mengatakannya, tetapi dokter.”

“ Tetapi Tuhan belum mengatakan apa-apa.”

“Dia memang tidak mengatakan apa-apa dan tidak akan pernah mengatakan apa-apa.” Ada nada protes. Aku hanya bisa diam memandangnya, aku begitu terkejut mengetahui kalau sudah tidak ada harapan hidup lagi baginya. Sekuat tenaga aku menahan agar butiran air mata ini tidak jatuh. Waktu membantuku untuk menghindari semua ini, walaupun aku masih ingin tetap menemaninya.

“Aku harus pergi sudah siang.” Ia hanya bisa mengangguk lemah. Aku melangkah keluar, dan menghapus butiran air mata ini. Oh…Tuhan haruskah seperti ini?

“ Selamat pagi, bagaimana istirahatnya semalam?” kali ini aku mengunjunginya pagi hari agar aku dapat melihat kegembiraan dan semangat barunya pada hari ini.

“ Selamat pagi juga, aku baik-baik saja terima kasih.”

“ Kenapa ia kini sudah berubah?”

“ Siapa?” tanyaku, walaupun aku sudah tahu siapa orang yang dimaksud.

“ Dia selalu mengunjungiku, tetapi hanya sebentar.Apakah dia tidak menyukaiku, atau kerena ia tahu bahwa sebentar lagi aku akan mati”. Ah… apakah aku harus memohon pada perempuan itu agar mau menemaninya dan menghiburnya, walaupun aku harus mengorbankan perasaanku.

“ Sudahlah jangan memikirkan itu lagi, lebih baik pikirkanlah kesembuhanmu”

“ Aku sudah tidak mau memikirkan kesembuhanku lagi karena itu sudah mustahil. Apakah kamu tidak suka jika aku selalu membicarakan dia?”

“bu..bu..kan begitu, aku hanya tidak ingin kamu terlalu banyak bicara demi kesehatanmu.” Aku jadi salah tingkah dengan pertanyaannya yang tiba-tiba ini.

“ Kalaupun aku bisa sembuh, aku juga tidak bisa memilikinya, karena dia sudah ada yang memiliki dan yang pasti jauh lebih mencintainya daripada aku.”

“ Apakah ia sudah menikah, lagipula kalaupun kamu sembuh apakah kamu akan melepas jubahmu demi dia?”

“ Ah… Entahlah rasanya mutahil semua itu akan bisa terjadi. Aku tidak akan bisa memilikinya baik di dunia ini maupun diakhirat nanti”. Aku hanya bisa terpaku menatapnya, dan terus berusaha agar air mata ini tidak jatuh. Tuhan apakah ini karena dia lebih mencintai orang lain daripada panggilannya. Kami hanya bisa diam berkutat dengan pikiran masing-masing.

“ Aku harus pergi” , kataku memecah keheningan.

“Terimakasih karena kamu mau menemani aku dan kali ini lebih lama”. Aku tersenyum mengangguk, menggenggam tangannya lalu pergi.

“ Selamat pagi dan selamat ulang tahun”, Kataku dua hari kemudian,aku langsung mengulurkan tanganku dan ini membuatnya begitu terkejut dan langsung membalikan tubuh yang sudah kelihatan semakin kurus. “ terima kasih, ternyata kamu masih ingat hari ulang tahunku”. Ia menyambut uluran tanganku, dan kulihat ada kebahagiaan terpancar diwajahnya di hari baru ini.

“ Aku punya teks lagu bagus untukmu, karena aku tak punya apa-apa yang bisa kuberikan padamu, ini lagu kesukaanku loh ! kamu tahu lagu ini ?” Ia menggelengkan kepala. “ Oh… sayang sekali, kalau begitu aku akan menyanyikannya untukmu, maaf kalau suaranya agak-agak fals ya….oh..ya.. ini akan lebih bagus lagi kalau diiringi piano, hanya sayangnya aku tidak bisa main piano, nanti kalau kamu sudah sembuh, kamu gantian memainkannya untukku loh.” Aku terus saja berbicara dan ia hanya tersenyum. Aku merasa begitu gembira, tapi juga ada kekhawatiran dalam diriku kalau-kalau ini adalah hari ulang tahun terakhir baginya. Aku berusaha menepis kekhawatiran ini dan mulai bernyanyi : For the beauty of the eart, for the beauty of the skies, for the Lord which from our birth, over and around us lies, Lord of all, to Thee we raise this our joy ful hymn of praise…………….

Ia bertepuk tangan dan tersenyum, ketika aku menyudahi lagu ini . “Terima kasih banyak untuk lagunya, lagu yang memang bagus dan mulai saat ini, juga menjadi lagu kesukaanku.”

“ Suaranya juga bagus kan?” kataku manja, “Teks ini untukmu.”

Tiba-tiba ia meraih tanganku, menggenggamnya erat, dan memandangku dengan tatapannya yang tajam. Akupun menatapnya, ingin rasanya aku memeluknya dan menangis bersamanya, aku tak kuat lagi memandang wajahnya, aku menunduk, agar ia tak melihat matku yang sudah berair .

“ Terimakasih untuk semuanya”. Katanya pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. Aku mengangguk, dan tiba-tiba aku sadar, kalau tanganku masih ada dalam genggamannya, cepat-cepat aku melepaskannya.

“ Aku harus pergi.” Kali ini ia hanya mengangguk, dan aku langsung melangkah pergi. Sesampai di luar aku menarik nafas panjang. Oh….Tuhan maafkanlah kalau ternyata aku masih mencintainya.

Setelah kejadian itu, aku sengaja tidak menemuinya dalam dua hari ini, tetapi hari ini aku ingin sekali menemuinya.

“ Selamat pagi ”

“ Selamat pagi juga , kenapa kemarin kamu tidak datang, kukira kamu akan menyanyikan lagi lagu itu untukku. Kamu tahu, waktu hari ulang tahunku dia datang lagi, dan ia memberikan hadiah yang paling berharga yang pernah kuterima selama hidupku.” Aku hanya diam mendengar ceritanya yang begitu menggebu-gebu, dalam hatiku ada rasa cemburu. Begitu berharganyakah gadis itu, sampai ia selalu mengingat dan membicarakannya. Apakah aku tidak pernah ada dihatinya, sehingga begitu mudahnya ia menceritakan tentang gadis itu dihadapanku dan membuat hatiku bertambah sakit. Tapi kenapa aku harus tersiksa, toh ia tidak pernah tahu perasaanku yang sebenarnya, dan aku harus berusaha untuk melepaskan perasaan ini.

“ Apakah kamu ingin melihat hadiah itu ?”

“ Tidak apa-apa jika aku melihatnya?” aku balik bertanya. Ia hanya mengangguk, dan mengambil kotak yang ada disampingnya lalu memberikanya padaku. Kotak yang sungguh indah, pasti isinya berharga sekali. Aku ragu-ragu untuk membukanya

“ Buka saja tidak apa-apa kok!” Ia mengetahui keraguanku. Aku membukanya pelan-pelan dan melihat hanya ada selembar kertas. Aku mencari sesuatu yang mungkin lebih berharga lagi,tapi tidak kutemukan apa-apa.

“ Itulah hadiah yang kumaksud,bukalah kertas itu !” Aku bertambah bingung, lalu menatapnya, apakah ia sedang bergurau, tetapi wajahnya begitu serius. Aku membuka kertas itu, dan begitu terkejut melihatnya. Kertas ini tidak asing lagi bagiku, tulisan selamat ulang tahun berwarna biru di bawahnya dapat dengan mudah kukenali tulisan siapa, dan lagu yang tertulis pun akan dapat dengan mudah kunyanyikan. Aku menatapnya tak percaya.

“ Ja..ja..jadi…jadi… perempuan itu ?” Aku tidak dapat melanjutkan kalimatku. Ia hanya mengangguk pelan dan berkata “ Maafkan aku bila aku mencintaimu.”

Tanah didepanku masih basah, bunga tabur masih segar, beberapa lilin masih menyala, rangkaian bunga berbentuk salib masih tergeletak diatasnya, dan salib yang bertuliskan namanya sudah berdiri tegak. Aku tak kuasa membendung air mataku. Seminggu setelah ia mengungkapkan segalanya, seminggu setelah aku tahu siapa perempuan yang begitu dipujanya itu.

For the joy of human love, brother, sister, parent, child, friends on earth, and friend above, love all gentle and mild…..

******************************

 

Hello world! April 14, 2010

Filed under: tidak ada kategori — sanselsius @ 2:22 am

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!